Judul: Kopral Jono (Cetak Ulang)
Bahasa: Bahasa Indonesia
Penulis: Agnes Bemoe
Sampul dan Illustrasi: Saiful Basor
Editor: C. Donna Widjajanti
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman: 91 hlm
Ukuran: 20 cm
Terbit: Cetakan Kedua, Maret 2019
ISBN :
Harga :Rp. 43.000,-
Blurb:
Seekor anjing dibuang di Kampung Purnama. Tidak diketahui
siapa pemiliknya. Surya, yang penyayang anjing, ditugasi memelihara anjing itu.
Anjing yang kemudian dinamai Kopral Jono itu ternyata berisik sekali. Ia sering
menangis, melolong-lolong, dan berteriak. Tidak ingin bermasalah dengan para
tetangga, terutama Pak Imam, tetangga sebelah, Surya mulai menyelidiki kenapa
anjingnya begitu ribut.
Penyelidikan itu menggiring Surya ke temua yang mengerikan:
bangkai orangutan. Surya juga mulai menyelidiki orangutan ini. Ternyata, yang
tertarik pada masalah orangutan ini bukan hanya Surya, tapi juga dua pemuda
kucel yang gerak-geriknya mencurigakan. Dari menguping pembicaraan mereka,
Surya mengetahui kedua pemuda itu akan melancarkan aksi jahat persis pada
tanggal 17 Agustus.
Surya melaporkan semuanya pada Pak Imam, yang bilang akan
minta bantuan polisi. Pada tanggal 16 Agustus Jono kabur dari rumah, menerobos
ke rumah tetangga sebelah. Surya mengejarnya. Dan di situlah terbongkar
segalanya.
The First Page:
WARGA TAK DIUNDANG
Kira-kira sebulan lalu kampungku, Kampung Purnama,
dihebohkan dengan kedatangan Jono. Ia terikat di pohon kelapa di ujung kampung.
Badannya luka parah. Aku tidak mau menceritakan bagian ini. Terlalu
menyedihkan.
Orang sekampung jelas gempar. Entah siapa yang membuang
anjing itu di sini. Mengapa mereka tidak membuangnya di daerah perumahan di
kota, tempat orang biasanya lebih bisa menerima anjing?
Awalnya orang kampungku bermaksud membuang Jono ke tempat
lain. Beberapa bapak dan pemuda berbadan tegap sudah dikerahkan. Tapi, astaga,
Jono melawan. Ia tidak mau didekati. Ia menyambar siapa saja yang berani
mendekatinya. Walaupun badannya terluka parah dan sangat lemah, Jono melawan
habis-habisan.
Akhirnya, Jono dibiarkan terikat di pohon kelapa itu.
Jono berjenis pit bull. Kata Ayah, mungkin ia habis
digunakan untuk bertarung. Huh, aku tak berani mendengar lebih lanjut kisah
Ayah tentang anjing-anjing yang digunakan untuk bertarung. Menurutku, itu
perbuatan yang luar biasa jahatnya.
Ngomong-ngomong, aku sendiri penyayang anjing. Beberapa kali
aku memelihara anjing. Sayangnya, anjingku yang terakhir mati kira-kira enam
bulan yang lalu. Aku sedih sekali. Oh iya, saat memelihara anjing, tentu saja
aku tidak diperbolehkan melepaskan anjingku. Orang sekampungku bisa marah
besar. Jadi, anjing-anjingku selalu dikurung di halaman. Untuk itu Ayah sengaja
membuat pagar tembok keliling rumah. Ini hal yang aneh sebenarnya karena di
kampungku tidak ada rumah yang punya pagar.
Nah, kembali ke Jono. Sebenarnya, Ayah tidak keberatan
memelihara Jono. Daripada terikat tak menentu di pohon, lebih baik dipelihara
di rumah. Mendengar niat Ayah itu, diam-diam aku sudah memanggil anjing itu
Jono. Tapi, setelah mendengar sendiri bagaimana garangnya Jono pada orang
kampung, Ayah mengurungkan niatnya. Aku kecewa karena Ayah tidak jadi
mengadopsi Jono. Namun, aku begidik juga mendengar cerita tentang Jono.
Sementara itu cerita tentang Jono semakin gencar beredar.
Katanya, badannya semakin lemah karena luka-luka di sekujur tubuhnya. Orang
kampung hanya membiarkan Jono terikat karena terlalu berbahaya untuk
mendekatinya. Aku pun tidak bermimpi mendekati Jono. Aku hanya bisa berharap
semoga ada orang yang mau menyelamatkan Jono.
Ilustrasi:
Tonton Sneak Peek-nya di sini: KOPRAL JONO
Kunjungi dan like fan pagenya di sini:
Baca resensinya di sini:
Komentar Pembaca:
“Penulisnya, Mbak Agnes Bemoe, pandai meramu drama. Kisahnya
seru, bahasanya lancar, dan yang harus digarisbawahi, buku ini tidak meremehkan
daya pikir anak. Tidak ada bagian yang ditulis dalam ‘bahasa dewasa yang dibuat
kekanak-kanakan’(sehingga terdengar aneh). Semua tersaji wajar. Mengingatkan
saya pada buku-buku anak karya Pak Djokolelono yang terbit pada awal tahun
70-an dulu. Tokohnya anak-anak, sudut pandangnya sebagian besar diambil dari
anak-anak, dan akhir cerita juga diselesaikan oleh anak-anak. Rasanya saya
harus mengumpulkan lebih banyak lagi karya Mbak Agnes Bemoe ini agar anak saya
mendapat asupan bacaan bergizi, sembari bapaknya numpang baca.” – Iksaka Banu,
Penulis buku “Semua untuk Hindia”
“Buku ini membawa pesan menyegarkan buat anak-anak difabel:
Difabel bukan akhir duniamu.” – Tengku Syawila Fithri, Pemerhati Lansia.
"Buku ini bagus, bahasanya lancar, ceritanya menarik.
Cowok banget!" - Ch. Mulyani A.K., S. Pd. - Guru SMA Santa Maria Pekanbaru
Novel ini "menyegarkan" karena mengangkat masalah
khas Indonesia, yaitu tentang orangutan. Tulisannya pun mengalir, seru. Lewat
novel ini anak-anak bisa belajar tentang persahabatan, cinta lingkungan, keberanian,
dan tentu saja tentang perburuan orangutan. – Krismariana Widyaningsih –
Penulis Buku Anak dan Penerjemah